I GUSTI NGURAH RAI (dalam lingkaran)
saat remaja,foto sekitar tahun 1933an.
(Foto koleksi 📸 TropenMuseum)
I Gusti Ngurah Rai adalah putra bangsawan dari desa Carangsari. Sejak kecil beliau terkenal sangat pintar dan pemberani.
Dalam perjanjian Linggarjati, Belanda hanya mengakui kekuasaan de facto Indonesia pada wilayah Jawa, Madura, dan Sumatra. Ketika pasukan NICA Belanda datang ke Bali, I Gusti Ngurah Rai beserta pasukannya melakukan perlawanan gerilya. Perlawanan ini sangat merepotkan pasukan Belanda. Setelah pertempuran besar di daerah Munduk, pasukan dipecah. Dalam pertempuran di daerah Marga, I Gusti Ngurah Rai dan pasukan Ciung Wanara digempur dan dibombardir oleh NICA. Karena strategi capit urang pasukan I Gusti Ngurah Rai susah ditembus, maka NICA melakukan serangan udara. I Gusti Ngurah Rai dan seluruh pasukan melakukan puputan, yaitu perlawanan sampai habis. I Gusti Ngurah Rai beserta seluruh pasukan dan juga sahabat beliau Mayor Wisnu dan Kapten Sugianyar gugur sebagai kusuma bangsa.
I Gusti Ngurah Rai gugur dalam Puputan Margarana di desa Marga Tabanan, 20 Nopember 1946. Lapangan puputan yang di Denpasar adalah Puputan Badung, perang puputan yang dipimpin oleh raja Badung, tahun 1906. Di Bali terjadi beberapa kali perang Puputan, sebelumnya ada Puputan Jagaraga, perang dipimpin patih I Gusti Ketut Jelantik dan rakyat Buleleng, serta perang yang dilakukan di Klungkung di pimpin seorang perempuan I Dewa Agung Istri Kanya.
Kontribusi : Yuni Suastini